Fasilitas perbankan di Indonesia hadir dalam berbagai pilihan. Masyarakat diberikan layanan perbankan yang begitu lengkap dan salah satunya adalah BNP. BNP merupakan Bank Nusantara Parahyangan yang sempat berkantor di Bandung. Namun bank BNP bangkrut pada tahun 2019 silam. Seperti apa sejarahnya dan bagaimana dengan langkah yang diambil untuk menyelamatkan para nasabah?
Berfokus pada Bisnis Retail
Bank BNP tercatat berdiri pada tahun 1972 dan tidak menggunakan nama BNP di masa pendirian tersebut. Bank ini berdiri dengan nama PT Bank Pasar Karya Parahyangan dan fokus melayani nasabah di dunia bisnis retail. Tepat pada tahun 1989, BNP pun mendapatkan status bank umum nasional dan bisa memberikan pelayanan perbankan yang jauh lebih beragam.
Setelah peningkatan status tersebut, BNP kemudian memasang target sektor ekonomi yang jauh lebih luas. Di saat itu pula bank ini kemudian memakai nama Bank Nusantara Parahyangan. Tahun 1994 bank ini sudah mulai melayani beragam jenis transaksi asing serta perdagangan luar negeri ekspor juga impor. Hal tersebut membuat bank ini kemudian mendapatkan tambahan ijin operasional sebagai bank devisa.
Pertumbuhan pelayanan perbankan BNP pada dasarnya begitu baik. Namun seiring dengan berkembangnya zaman, BNP sendiri mengalami kesulitan operasional. Hingga akhirnya, BNP resmi dinyatakan tutup tepat pada tanggal 1 Mei 2019. Sehari setelahnya, BNP telah hilang dari pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia.
Merger dengan Danamon
Berita bahwa bank BNP bangkrut langsung tersebar ke seluruh negeri pada saat itu. Tentu saja berita ini langsung membuat para nasabah merasa panik. Namun, berita ini kemudian disambung dengan adanya keputusan merger antara BNP dengan PT Bank Danamon Indonesia Tbk.
Demi menyelamatkan pelayanan perbankan yang sudah disediakan kepada masyarakat, khususnya para nasabah maka keputusan merger pun diambil. Bank Danamon dan BNP resmi melakukan merger pada bulan September 2019 lalu. Apa saja yang didapatkan nasabah BNP dari proses merger ini?
Berikut adalah beberapa fakta mengenai nasib nasabah BNP setelah dinyatakan merger dengan bank Danamon:
- Nasabah langsung tercatat sebagai nasabah aktif bank Danamon
- Pemilik akun rekening langsung bisa melakukan beragam transaksi dengan difasilitasi oleh bank Danamon
- Semua nasabah juga bisa menerima akses layanan digital banking dari bank Danamon
- Nasabah mendapatkan jaminan keamanan akun rekening setelah dilakukan merger
- Informasi data dan rekening nasabah tetap tersimpan rapi dan dijamin keamanannya
Keputusan merger antara BNP dan bank Danamon ini memang bertujuan menyelamatkan nasabah. Meskipun secara operasional bank BNP dinyatakan tutup, namun nasabah bisa tetap mengakses akun rekeningnya. Melalui bank Danamon, nasabah tetap dapat menyelesaikan beragam transaksi secara aman.
Catatan Saham
Bank BNP sendiri sebelumnya telah tercatat sebagai anggota dari Mitsubishi UFJ Financial Group atau yang akrab dikenal MUFG. Sebelum kedua bank resmi melakukan merger, MUFG terlebih dahulu sudah melakukan pembelian saham Danamon senilai 73,8%. Dengan nilai saham sebesar itu maka MUFG dinyatakan sebagai pemegang saham terbesar.
Sementara itu, MUFG pun juga memiliki saham BNP 67,59% serta 7,91% baik langsung maupun tidak langsung. Dengan nilai total saham tersebut maka MUFG harus menerima kendala peraturan kepemilikan tunggal dalam bank. Akhirnya MUFG pun harus mematuhi aturan baik milik bank Danamon dan BNP yang kemudian digabungkan setelah merger.
Bank BNP bangkrut dengan segala resiko dan kerugian finansial yang mungkin memang harus ditanggung pihak internal. Namun, dari sisi keselamatan nasabah BNP telah melakukan langkah tepat dengan memilih merger. Kedepannya diharapkan layanan perbankan tersebut bisa terus diakses oleh para nasabah sebelumnya.